Saya memilih langsung bergerak ke arah kiri desa. jejeran rumah penduduk menyambut hangat para pengunjung, suasana sepi memberi ruang untuk pengunjung mengenal dan merasakan atmosfir desa yang tenang. Tidak terlalu banyak rumah disisi kiri desa dibandingkan sisi kanan. Dipojok kanan sisi sayap kiri desa berdiri sekolah dasar (SD), dan taman makam pahlawan. Taman makam pahlawan ini super sekali
ambience nya. Monumen dibangun ditengahnya, untuk mengenang para pahwalan lokal yang gugur dalam perang kemerdekaan. Nak, masih mau bolos ngantor kalau sudah tau tentang perjuangan nenek moyangmu? *Seketika nasionalisme muncul! Hohoho.
Anak Agung Gede Anom Mudita, sematkan Kapten didepannya. Kapten Anak Agung Gede Anom Mudita. Gugur dalam perang Puputan Penglipuran, namanya harum dan sampai saat ini setiap tanggal 20 November diadakan upacara memperingati hari gugurnya AA GD Anom. Jatuhnya kekuasan penjajah asal negeri matahari "Jepang", membuat Indonesia kembali diduduki oleh tim gabungan penjajah Belanda (NICA dan kawan-kawannya). Perjuangan belum berakhir, tapi setelah melalui serangkaian peperangan panjang dan kucing-kucingan dari pencarian tim gabungan Belanda beliau gugur ditahun 1947 dalam perang Puputan. Dalam pekarangan taman makam pahlawan terdapat monumen pahlawan untuk mengenang AA GD Anom beserta pasukannya. Tugu Pahlawan Penglipuran.
|
Tugu makam Kapten AA GD Anom. |
|
Pura dipekarangan makam. |
Pekarangan makam yang besarnya kira-kira 200meter kali 100meter ini ditata rapi untuk mengenang jasa besar pahlawan lokal seperti Kapten TNI Anom dan tim nya. Terdepat sebuah bale-bale atau biasa disebut aula tapi
outdoor, pura, monumen, dan lapangan rumput yang cukup besar buat bocah-bocah main bola. Nasionalisme terbakar saudara-saudara. Karena menurut Kapten Anom, merdeka itu harus seratus persen. Kalau Cambodia punya patung kepala Budha yang tertlilit diantara akar pohon raksasa nan tua, Penglipuran tidak mau kalah. Dengan menyuuguhkan prasasti perjuangan pahlawan kemerdekaan dibawah dan diantara batang pohon besar yang meliuk-liuk. Dalam tugu batu itu dituliskan kata-kata "Merdeka Seratus Persen, Kapten TNI AA. GD Ano, 20-11-47".
|
MERDEKA SERATUS PERSEN. |
Nah lho, masih berani bolos kerja?!
Nyihihi.
Setelah puas menikmati suasana sakral dan syahdu sayap kiri pedesaan, saya bergerak menuju sayap kanan desa. Nah, disini nih tempatnya para turis penikmat kerapian dan identitas desa Penglipuran berpose. Landskap bangunan dibuat hampir serupa, hanya dibedakan oleh tampilan pekarangan rumah saja. Saya kagum dengan penduduk yang menjaga kerapian pekarangan rumah, yang tentu saja menjadi daya tarik para turis untuk mengambil foto. Para penduduk memanfaatkan kehadiran turis untuk menawarkan hasil kerajinan tangan ataupun makanan dan minuman produksi warga setempat.
|
Pekarangan rumah penduduk dengan toko klontong souvenir. |
|
Mainstream spot. |
Berjalan terus disayap kanan pedesaan, maka ujungnya adalah
pura persembahyangan yang ditutup untuk umum. Mungkin orang mengira pura
tersebut adalah ujung dari pedesaan. Tapi siapa sangka, ternyata bukan. Belok
kearah kanan, banyak objek-objek menarik yang tersembunyi. Daerah ini cukup
instagram-able, pepohonan didalam hutan yang rindang, dan hutan bambu. Para pengunjung akan mengira bahwa pura tersebut adalah spot terakhir desa Penglipurang. Ternyata tidak. Kita bisa mengitari daerah belakang pura dan berbelok lah ke arah kiri. Disana terdapat hutan rindang dan sebuah tempat sembahyang kecil. Banyak pengunjung yang tidak mengetahui spot ini, maka beruntunglah bagi para eskplorer. Nikmatilah. Puas-puasin deh berpose disitu, sebelum kalian harus ngantri foto ala objek wisata yang kalau ngantri foto kaya ngantri promo pre-order hape teranyar. Haha.
|
Area pintu masuk hutan bambu, bisa buat istirahat manja sambil ngitungin pohon bambu nya. *Lhhohh |
Nah, setelah puas dan capek berkeliling, sempatkanlah membeli minuman lokal. Jenis minuman nya seperti jamu, namanya loloh. Rasanya seperti kunyit asam, warnanya hijau, terbuat dari rumput dan akar buah loloh. Selain loloh juga terdapat minuman kunyit asam. Harganya super murah, cuma 5ribu! Nah lho. Borong! Mumpung murah, buat kesehatan juga, kesehatan perekonomian warga Desa Penglipuran. Yess...
|
Jalan setapak menuju pusat kota bambu. |
Jangan lupa, habis minum sampah nya dibuang ke tong sampah yang disediakan ya! Tong sampahnya pun sudah dibedakan menjadi dua jenis. Organik dan non organik. Kurang keren apa coba ini desa. Bersih itu bisa bikin apapun jadi terlihat keren lho.
|
Mumpung sepi. *dipastikan sepi:P |
Hey Kamu, siap get lost ke Desa Penglipuran? Yip-yip..
Itu... serem sih ._. kuburan semua isinya ._. duuuuh ._.
ReplyDeleteSeseram mas Feb yang selalu dinilai dari luar gak? Hohoho. :P
DeleteKuburan n Hutan bambu jd nilai plus objek wisatanya mas. Kalo cuma perumahan nya aja bisa bikin bosen.
:D
Emang nyeremin kuburannya... Tapi pas liat foto terakhir jadi adem..... :DDDDD
ReplyDeleteHOHOHO.
DeleteAdem semeriwing yaaa..
Hello ayam ayam ayam. :P
rada serem ya mbak tempatnya, pohonya juga duhh menambah dramatis suasana
ReplyDeleteIya mbak. Dramatis dan bisa bikin imajinasi berasa balik ke perang Puputan.
DeleteEh aku juga sempet minum loloh tapi agak2 gimana gitu hehehe
ReplyDeleteRasa jamu ya om?
DeleteWarnanya ijo tapi rasanya kaya kunyit asam. #bingung
HAha
Kalo dingin pasti enak hahaha
Delete