2014_AWARE-Email-Banner(2)

Diving, Mingling and Doing as a Local


Menyelam, bergaul dan melakukan semuanya seperti warga lokal.

Diving, mingling and doing as a local


Hollaa para diver gembel dimanapun kalian membaca!!

Setelah berhutang menulis hampir lima bulan dari perjalanan kemarin. Akhirnya dan akhirnya, saya (harus) melunasinya. Karena semua hutang memang harus lunas, kecuali orang nya lupa nagih. :P

Well, post sebelumnya adalah yoga sunset di Lapangan Renon. Post kali ini saya akan mendongeng tentang perjalanan dan diving saya ke Tulamben & Amed, lalu tembak ke Ubud. What I got from these are .....

Sudah dua kali saya ke Bali. Ke pulau yang awalnya saya pikir menyenangkan bagi mereka-mereka yang menyukai hal-hal mainstream untuk liburan. Untuk mereka yang katanya suka pantai tapi yang dikunjungi hanya Kuta, Kuta, dan Kuta lagi. Pulau yang tidak pernah masuk ke dalam list travelling saya sebelum mengenal diving.

Lalu, apakah tulisan ini akan menunjukan saya menyela diri sendiri karena akhirnya mengunjungi Bali dalam kurun waktu satu tahun, dan waktu yang berdekatan? Bisa jadi.

*sebenarnya bisa dihabiskan dalam waktu seminggu lho. 

Well, the journey begin. Siap-siap bosan ya guyss,,,,

Sesuai dengan judul, Diving, Mingling and Doing as a Local. Semua yang saya ulas adalah menikmati dengan harga semurah-murahnya, tetapi masih bisa menikmati Bali sebahagia-bahagianya. Lol, bahasa apa itu?! Keheranan saya karena sulitnya mengakses transportasi umum di Bali mendasari saya melakukan traveling ini. Pulau dengan segala kelengkapan destinasi pariwisatanya pun tetap tidak mampu memfasilitasi para pelancong. Pelancong seperti saya maksudnya, Diver Gembel! Uuughh, sebel. Seakan-akan Bali hanya diciptakan untuk mereka yang travelling dengan leisure & pleasure way. Hello people, yang gak punya duit macam saya pun sedikit pantas lah jalan-jalan ke Bali. Tapi sepertinya memang saya harus berusaha ekstra untuk menikmati perjalanan sesuai misi saya, mingling with the local, menikmati perjalanan dan hidup ala local. 

Perjalanan pertama saya ke Bali adalah diakhir Maret hingga awal April adalah untuk diving, dan yang kedua adalah dibulan Agustus, untuk tes beasiswa diving. Haha, keduanya punya tujuan yang sama, DIVING! Nanti-nanti saya akan cerita tentang beasiswa divingnya, biar gak out of topic. Hehe.

Bulan Maret lalu, saya berjanji untuk discover Denpasar - Tulamben dengan menggunakan transportasi lokal. Dan ya, akhirnya sudah terealisasikan. Karena biaya diving itu mahal sekali (untuk diver gembel seperti saya) saya tidak mengambil paket penjemputan oleh pihak resort. Save cost 500ribu! Paket diving di Tulamben-Amed biasanya termasuk penjemputan dan pengantaran kembali oleh pihak hotel, dan biasanya dikenakan biaya 500rb. Lalu apa yang saya lakukan untuk tetap bisa mencapai Tulamben? 

Berangkat dari terminal Batubulan dengan diantar oleh Wawan, teman sekaligus ojek saya selama 2malam di Denpasar, saya duduk santai di bus tanpa nomor dengan jurusan Karangasem. Selama di Denpasar, saya selalu numpang tidur dikost teman-teman yang tinggal di Bali. Ya, kamu memang harus punya teman disuatu tempat, atau buatlah teman baru. Couchsurfing.com, mungkin jejaring pertemanan rekomendasi saya paling top untuk kamu yang belum punya teman, tapi mau membuat teman dan memang butuh tempat akomodasi. Tapi ingat, ini adalah jalinan pertemanan, jangan lupa berteman dengan baik! (cari sendiri definisi nya ;P ). Kalau pun kamu tidak punya tumpangan, Transarbagita sangat membantu walau sangat jarang tersedia. Walau Wawan adalah teman saya, saya tetap memberikan sedikit bonus rupiah, anggap saja ini traktiran kebaikannya. Come on, there is no free lunch, bring your heart along! 

Terminal Batubulan, dari Denpasar ada di sebelah kanan jalan.
Hampir semua bus yang berangkat dari Batubulan tidak memiliki nomor. Jadi tanyakan langsung ke para supir dan kneknya untuk tujuan destinasi. Dari sini kamu bisa juga ke Ubud. Harga bus ke Karangasem seharusnya Rp.25.000, tapi karena kneknya tau kalau saya adalah turis (mencolok karena backpack dan dandanan norak ala turis), saya awalnya di charge Rp.50.000. MAHAL! Trus, kita bayar gak kalo mahal gitu? Ya gak lah! Saya bacok abangnya yang ngebohongin saya! LOL, joking guys. Saya bilang sambil kedip-kedip mata, "Bli(panggilan untuk pria muda Bali), kalau tidak jujur nanti rejekinya mampet lho". Jadilah turis pintar, sebelum naik bus, tanyakan ke orang-orang disekitar tentang harga bus. Saya sudah sempat tanya ke penjaga toilet, penjual snack, dan penumpang yang biasanya menggunakan bus ini. So, dari harga Rp.50ribu itu saya hanya membayar Rp.30ribu. Ya itung-itung turut mendukung perekonomian lokal lah. Lebih tepatnya karena tahu diri sih karena saya dan si backpack menduduki dua bangku bis. 

Perjalanan dari Batubulan ke Karangasem sangat menyenangkan, pohon-pohon rindang di kanan-kiri tepi jalan menunjukan kalo Bali memang gak cuma hingar bingar Kuta - Seminyak atau gersangnya Kuta Beachwalk. Pantai di Karangasem juga juara! Menunjukan lagi kalau mau cari pantai bagus jangan di Kuta, tapi pergilah sejauh mungkin, minimal ke Petitenget lah. (lhoohh, masih aja didaerah Kuta. Haha). Jenis bisnya lebih mirip kopaja ala Jakarta. Kapasitas tempat duduk 30 seats, entah kenapa orang-orang lebih suka duduk dibelakang dibanding didepan. Atau cuma saya yang hobi duduk paling depan, at least depan pintu untuk menikmati jalanan. Perjalananannya sekitar 2.5 jam, ke Karangasem, lalu ke Tulamben nya 30menit. Oia, usahakan sudah tiba paling lambat jam 3sore di Karangasem, karena bemo terakhir itu sekitar jam 3.
Saya dan Pak Wayan berhenti untuk membeli buah, Pak Wayan membelikan saya Durian sebagai buah persahabatan. :D

Yaa, benar. Gunung Agung yang gagah.
Kalau sudah di Karangasem, turun lah dipertigaan Abang, biasanya supir bus akan merekomendasikan kita untuk menyambung angkot kecil, bayar Rp.3ribu aja. Dari Pertigaan Abang, sambung dengan mobil ELF menuju tulamben, biasanya membayar 10ribu. Beruntungnya saya saat Pak Wayan, pemiliki resort Puri Madha(PM), tempat saya mengambil paket diving sedang ada di Karangasem, jadi saya dijemput dan ke Puri Madha bareng! Yeay. 

Ringkasan perjalanan Denpasar - Tulamben, kira2 seperti ini ; 

Transarbagita(tujuan Batubulan) --> Naik Bus tanggung jurusan Almapura/Karangasem --> Turun dipertigaan Abang --> naik Elf jurusan Tulamben.
(total biaya diakhir ya).

Sesampainya di Puri Madha, saya langsung jalan santai sore sambil cari makan. FYI, Puri Madha itu punya private beach lho! Keren! Buka pintu kamar langsung pantai. Hahaha, leisure baby!!  Saya tadinya memilih kamar fan, karena paket termurah adalah dengan kamar fan. Kamar fan adalah yang paling dekat dengan pantai, bersebelahan dengan dapur & dining room PM. Kalau kamu menginap dengan teman, kamar fan akan terlihat baik-baik saja walaupun memang sudah terihat tua. apalagi debur ombak yang memecah bibir pantai terdengar syahdu dan menyenangkan. Tetapi kalau kamu solo traveller, percayalah, suara ombak yang siang harinya mendayu-dayu merdu akan menjadi menyeramkan dimalam hari. Saya telepon pak Wayan untuk bertanya apakah ada security yang akan berjaga disekitar kamar fan? Karena kamar fan ada dipojokan dan memang hanya saya sendiri. Tidak lama setelah telepon, saya dijemput oleh salah satu staff dan disuruh pindah ke kamar lain. Coba tebak saya akhirnya pindah kemana. Surprisingly, saya diijinkan menempati kamar deluxe nya PM!! Pak Wayan baik! Hahaha, beruntung saya dan pak Wayan sempat ngobrol panjang lebar dan bertukar cerita tentang diving saat perjalanan dan juga ngobrol di bale-bale resort. Teman-teman dari komunitas saya pun sering diving ke Tulamben dan PM adalah dive operatornya. Saya menghabiskan dua malam di kamar deluxe PM. Haha. Kita tidak akan pernah tau kejutan apa yang perjalanan beri, maka tetaplah bersahabat dengan orang-orang sekitar. :)

Diving saya dimulai keesokan harinya, bersama pak Bagong, yang tampilannya beneran mirip Bagong tokoh wayang dari tanah Jawa. Beneran lho genk, bukan ngeledek, tapi doi bangga juga dengan tampilan dan namanya yg hebat itu. Saya menyewa kamera underwater pak Bagong untuk dua hari. Harga normalnya penyewaan kamera adalah Rp.150rb perhari, karena kamera yang mereka gunakan Canon underwater dan housingnya. Tetapi karena kemarin saat dipantai, saya sempat berkenalan dan bermain dengan adik kecil, yang ternyata adalah anaknya pak Bagong, harga sewa dikorting jadi Rp.150rb perhari! Pak Bagong baik!  Hahaha.

Diving hari pertama adalah di daerah Amed & Kubu. Sesuai request saya, saya lebih memilih menggunakan mobil bak terbuka untuk diving di Amed, Amed itu indah. Lebih indah kalau bisa dinikmati dengan mobil bak terbuka yang jalan dipagi hari. 30menit perjalanan saya habiskan untuk merekam menggunakan action cam HDR-AS100 pinjaman yang disponsori oleh kantor tercinta. Haha. Kamera wide nya bisa menangkap landscape secara sempurna, dan anti shake nya bikin gambar kita steady bak menggunakan video cam profesional.



Gunung Agung terlihat gagah dari sini. Saya diantar jukung ke dive site Amed, Jukung adalah perahu lokal.

Amed & Kubu terkenal dengan destinasi diving photo macro nya. Macro adalah binatang laut yang ukurannya super mikro, yang kalau pakai kamera harus di zoom berkali-kali untuk mendapatkannya, contohnya Pigmy Seahorse. Tidak hanya macro, untuk yang suka drift dive, penjelajah arus beginner kaya saya, di Amed saja. Liat foto saja ya untuk diving nya. ;)


Nudibranch, si siput laut yang cantik tapi pemalu







Hey Fishy fishy fishy


Bonus diving di Amed adalah, kita bisa berfoto dari atas Amed, pantai nya bisa dilihat dari landscape yang cantik dari sini. 
Pemandangan Amed dari atas bukit

Setelah diving di Amed, kita langsung bertolak ke Kubu untuk 1kali penyelaman. Foto nya akan publish ditulisan lainnya, spesial untuk diving. :)

Setelah menikmati 3kali log di Amed - Kubu (log adalah jumlah kita menyelam), saya kembali ke Puri Madha. Bohong kalau para diver tidak lapar setelah diving! Setelah mandi dan beres-beres alat, saya dipinjami motor operasional PM untuk berkeliling Tulamben. Tujuan utama saya pastilah warung makan. Lagi dan lagi, yang paling populer disini adalah Bakso! Yess, penjualnya pun orang Jawa Timur yang bermigrasi ke Bali. Bakso nya memang enak sih, ala2 bakso Jawa. Seporsi cum Rp.7000, tapi karena lapar saya upgrade jadi Rp,10000. Haha, laper habis diving! (excuse from diet).

Pagi kedua saya diharuskan bangun pagi, karena kita akan SUNRISE DIVING!! Yihhhaa!! Love it so much!! Apa yang keren dari sunrise diving? 

Sunrise diving. 6am.
Ini lah yang keren dari sunrise diving. Foto saya yang keren. LOL. Bukan bukan, yang keren itu karena kita bisa menikmati matahari yang pelan-pelan pamer sinar, dan ikan-ikan yang khusyuk menikmati pagi dibawah sana. Sunrise diving water entry nya tepat dari private beach nya PM. Yang Paling terkenal adalah ship wreck U.S Liberty. Bumphead mengelilingi kapal karam ini seakan-akan menjaga nya tidur panjang. Saya ceritakan U.S Liberty ditulisan lainnya ya. :D







Dive terakhir saya tepat jam 12siang. Dan hari itu memang waktunya saya untuk check out. Pak Wayan tau kalau destinasi saya berikutnya adalah Ubud.

Akhir dari diving ini, saya mendapatkan banyak teman baik, para dive master Puri Madha, dan Pak Wayan. Saya bertukar kado saat perpisahan dengan pak Wayan. Sempat ya beli kado? Haha, gak lah guys. Saya memberikan pak Wayan sebuah kaos, dan pak Wayan memberikan saya kaos keren banget tulisannya "Tulamben Diver"! WOW. Senangnya maksimal. Gak hanya itu, pak Wayan memberikan saya buku sekaligus sylabus open water salah satu dive organization. Karena tidak sempat memakan durian pemberian pak Wayan, saya membaginya untuk para dive master PM. Buah persahabatan. Hahaha. Lalu saya menumpang mobil Bli Andy yang akan menjemput tamu di Airport. Saya jadi tau banyak budaya Bali karena sepanjang jalan Bli Andy bercerita tentang Bali. Saya pikir Bli Andy pendiam, dari tampilannya sih seperti itu, tapi ternyata, pendongeng/pencerita handal! Seharusnya saya berhenti dipersimpangan Ubud dan Denpasar. Tetapi Bli Andy yang baik hati mengantarkan saya langsung ke jantung kota Ubud, Jalan Hanoman. Bli Andy baik! Hahaha. 

Saya memilih guesthouse sederhana, Kachu Guesthouse. Guesthouse dan juga Restoran. Permalamnya Rp.100.000, malam kedua saya pindah ke resort mahal tapi saya hanya membayar setengah harga, potongan harga lebih dari 50% hasil dari beli tiket banyak di traveloka.com. Suly Resort. Permalam seharusnya saya membayar Rp.500.000, tetapi karena potongan harga yang dashyat, saya hanya bayar Rp.240.000. Lalu diibagi dua dengan teman yang hari itu datang ke Ubud untuk yoga bareng, jadi cuma Rp.120.000. Nah lho, resort lho itu. :D 

Yang saya lakukan di Ubud gak lain adalah Yoga, Yoga Barn adalah yoga center paling populer se Indonesia yang ada di Ubud, Bali. 1 kali yoga adalah Rp.120.000 untuk turis asing, sedangkan untuk lokal Rp.60.000, apabila kamu pemegang kipam Bali, kamu bebas membayar berapapun, mereka sebut sebagai donasi. Jadwal kelas nya bisa langsung dicek ke theyogabarn.com. 

Setelah yoga, dan sarapan, segeralah menuju Kintamani untuk menimati Danau Batur, Gunung Batur, dan Trunyan.  Setengah jam perjalanan dari Ubud menuju Kintamani, kita akan langsung disambut oleh cantiknya daerah subak andalan Bali, Tegalalang.  Turis lokal yang naik motor matic seperti saya ini tidak akan dikenakan biaya sepeserpun untuk menikmati Tegalalang, bahkan tukang parkirpun tak tega menagih biaya parkir motor saya. Hahaha, namanya juga diver gembel. Sedangkan mobil yang memasuki daerah Tegalalang akan ditagih biaya kurang lebih Rp.10000/mobil.

Kita bisa menikmati suasana sawah dengan pengairan khas bali, Subak. Saat saya datang ke Tegalalang bulan Maret 2015, warna hijau persawahan yang subur benar-benar indah untuk dinikmati. Inilah yang saya rindukan dari Indonesia, sawah nya yang hijau, udara yang segar walaupun terik siang membakar kulit, dan hidup tanpa beban kerjaan kantor! hahaha. Emang si diver gembel ini pemalas.

Tegalalang, Maret 2015

Sedangkan saat saya kembali di bulan Agustus, ahh, sungguh musim kering tahun ini luar biasa, subak menjadi kering, Tegalalang kehilangan "hijau"nya.

Perjalanan menuju Kintamani mengendarai motor (sewaan) adalah sekitar 1jam 45menit. Saya tidak pernah menemukan pemandangan desa dan pemukiman penduduk seperti di daerah perjalanan ini di pulau Jawa. Melewati beberapa desa menujur Kintamani membuat perjalanan kita sibuk, sibuk menikmati pemandangan jalur pedesaan, aktifitas warga dan juga anjing. Tidak salah disebut Superman Is Dead memberikan judul Anjing Kintamani pada salah satu lagunya. Banyak sekali anjing seliweran disini, saya dan Mat (partner yoga) menyebutnya anjing galau. Gimana gak galau, itu anjing selalu maju mundur setiap mau nyebrang jalan. Kan jadi bingung mau nge-gas atau nge-rem. Pemandangan anjing galau semakin banyak saat mendekati Kintamani, karena dikanan kiri jalan adalah ladang jeruk. Anjing bertugas sebagai penjaga kebun dan juga teman bagi para petani jeruk. Jeruk nya kecil-kecil, bukan jeruk besar seperti biasa, apa namanya? Jeruk baby? Entahlah, gak pernah suka jeruk. Hehehe. Pemandangan ini akan muncul tepat di persimpangan Kintamani dari arah Ubud.


Pemandangan seperti ini bisa dinikmati dari puncak Kintamani. Yang dibelakang saya itu adalah gunung Batur, ketinggiannya (wikipedia) 1717 MDPL. Danau Batur bersembunyi dibalik punggung gunung Batur. Banyak orang yang menyarankan untuk menikmati Batur, Karena perjalanan kebawah menuju danau Batur sangat licin karena banyak tumpahan pasir yang dikeruk dan dibawa oleh turk-truk pasir. Jalanannya menurun, dan banyak turunanan dengan kelokan tajam. Usahakan untuk tidak berkendara dibelakang truk pasir, membahayakan saat tanjakan dan turunana apabila truk rem mendadak. Tapi saya belum klimaks kalau belum eksplore sampai lubang semut nya. So, mari meluncur!! :D

Pemandangan dari daerah Bangli, Kintamani
 Kalau kamu belok ke kiri, kamu akan melihat pemandangan diatas ini.


Danau Batur
Kalau kamu belok ke kanan, kamu akan melihat si diver gembel! Hahaha.
Maksudnya, kamu akan melihat pemandangan seperti gambar diatas (tanpa saya).
Pada kunjungan pertama saya, hari sudah hampir gelap, sekitar jam 5pm. Saat menikmati pemandangan dipinggir danau batur, kami dihampiri ibu-ibu penjual gelang yang terbuat dari kayu pohon Trunyan. Selain menawarkan gelang, ibu tersebut juga menawarkan hal lainnya, dia bilang "Trunyan dek, ada mayat baru." MAYAT?!

Tidak jauh dari titik ini, kita akan sampai dipelabuhan mini untuk menyebrang ke Trunyan. Saya melakukan penyebrangan ke Trunyan di perjalanan kedua saya. Apa itu Trunyan? Itu nama desa, tapi ada destinasi wisata yang bikin seru-seru merinding, yaitu Kuburan nya. Kuburan Trunyan.

Sedikit menyebalkan adalah ketika kita di charge mahal untuk penyebrangan selama 20menit ke kuburan Trunyan. Saya berdua dengan travel buddy dikenakan charge Rp. 200ribu rupiah. Itu pun harus dengan cara ngotot dulu ke calo nya. Kenapa calo, karena walaupun di note di kelola oleh pemda, tapi tetap, mereka akan selalu kalah dengan warga lokal yang "menguasai" kekayaan daerahnya. Pintar-pintar lah menawar, termasuk pintar dalam menunjukan ekspresi ngambek ke calo nya, ngancem batal gak jadi nyebrang juga OK. Hahaha.

TRAVEL WARNING!
Saat weekend, sebelum turun kedaerah bawah, Bangli, kita akan di berhentikan oleh beberapa pemuda yang sengaja memblokir jalan turun kedaerah bawah. Lalu mereka akan bertanya kita mau kemana, saya langsung menjawab ke Trunyan. Spontan dia langsung memberikan saya harga Rp.500rb perorang untuk sampai kesana. WTH!! Tidak ada yang seperti ini dikunjungan saya yang pertama. Alasannya adalah, diatas ada travel agent yang akan mengurus perjalanan sampai kuburan, karena harus menyebrang dan mengumpulkan orang. Dan dia melarang saya turun kebawah. Orang ini jelas berurusan dengan orang yang salah! Ohh Tuhan, untunglah saya orangnya gampang terpancing emosi kalau udah berurusan sama orang-orang yang menyulitkan seperti ini. Saya bilang dengan senyum-senyum manis sambil ngotot, saya jelaskan diperjalanan pertama tidak ada hal seperti ini, saya bisa bebas menikmati danau Batur. "Yaudah, saya gak jadi ke Trunyan, mau main air di danau saja!" Akhirnya si pemuda itu membukan blokir jalannya. PEMERASAN!
For God shake! Saya sangat mengerti bahwa penduduk lokal punya andil besar terhadap kawasan wisata nya. Saya sangat setuju bahwa memang sudah seharusnya masyarakat lokal ikut andil dalam mengatur kegiatan aktifitas dan fasilitas pariwisata.  Tapi,,,BIJAKSANA lah dalam mengelola!
Sekarang, boleh kan saya menyimpulkan bahwa pariwisata kita akhirnya akan selalu kalah dari wisata negeri lainnya kalau cara pengelolaannya seperti ini?! Tidak semua sepertinya, tapi dari semua perjalanan saya, baru ini saya menemukan hal menyebalkan seperti ini.

Ok cukup meng-kritisinya. ayo lanjut lagi...

Saya datang dibulan Agustus 2015. Gambar dibawah ini adalah mayat baru katanya, sekitar 6bulan. Tapi entahlah, saya tidak mengenal ilmu autopsi untuk tahu sudah berapa lama mayat ini ada didalam kuburan.

Isi dari kuburan Trunyan
Hanya terdapat beberapa kuburan disini. Saya pikir saya akan mendapati hamparan kuburan seperti yang digambarkan di siaran travelling itu. Ternyata, tidak sesuai.
Mayat hanya diletakan didalam rangkaian bambu ini,

Sisa tengkorak akan dikumpulkan disini, dan akan diletakan mayat baru di kuburannya.

Pohon Trunyan, kalau di Jawa dikenal pohon menyan (Menyan? Kemenyan?)

Pemandangan dari pintu masuk kuburan.



Nah, Berapa total untuk tiap perjalanan dan per destinasi nya

Diving di Puri Madha ; 1.8Juta.


  • Dive 6 times, all in, termasuk dive gear, transportasi ke dive site (Mobil ke Amed, dan jukung ke dive site di Amed)
  • Fan room 2 malam.
  • Breakfast.
  • Tidak termasuk antar jemput ke airport ya, kan mencoba semua nya ala local! ;)
Denpasar ke Tulamben ;
  • Bus ; Rp.30.000 (sampai pertigaan Abang, Karangasem)
  • Angkot ; Rp. 3000
  • Kalau kalian naik Elf ke Tulamben ; Rp.10.000
Ubud - Kintamani ; 
  • Kachu guesthouse ; Rp.100.000 (hanoman street)
  • Suli resort ; Rp.120.000
  • 1x kelas Yoga Barn  ; Rp.60.000
  • Sewa motor 2 hari ; Rp. 80.000
  • Bensin untuk 2 hari ; Rp. 30.000
  • Wisata Tegalalang ; Free
  • Wisata memandangi danau Batur & gunung Batur ; Free
  • Trunyan ; Rp.100.000 (Sudah penyebrangan dan sumbangan masuk ke kuburan)

Nah, monggo kalau mau dicoba. 
Bergaulah dengan masyarakat lokal, tidak akan ada yang menolak sebuah persahabatan baru yang dipenuhi pengalaman hidup yang dikisahkan. Termasuk saya. :)
Sampai ketemu dijalan ya, hey kamu! ;)

Salam, 
Diver Gembel.  
Share on Google Plus

Tentang Unknown

@sobatkolong warrior | OPEN WATER-ISO |Meter Diatas Permukaan Laut | MOCCAREO | DREAMER.

4 comments :

  1. Replies
    1. Trims sudah mampir om Bis. Silahkan dicek post yang lain, semoga infonya membantu. :D

      Delete
  2. Hey kamu, aku juga suka jalan dan crita kamu keren.ayo kapan kita jalan bareng?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hey kamu! Terima kasih sudah visit, ayo jelajahi Indonesia dengan terus membaca blog keren ini. *LOL. :P

      Delete